Selasa, 28 April 2015
KARENA SEBUAH LAGU
Sejujurnya, aku merasa
menyesal berdomisili di
Surabaya, karena panas dan
lingkungannya tidak sesuai
denganku. Akan tetapi aku
harus menjalaninya karena aku
sedang dalam masa menuntut
ilmu, kuliah. Dan, aku semakin
betah sejak mengenal Tante
Stella, tetangga sebelah.
Untuk mengisi waktu luang, aku
membentuk group musik
bersama teman-temanku. Kami
memilih aliran latin sebagai
anutan. Seperti biasa, kami
latihan setiap sabtu pagi di
beranda rumah kontrakan.
Kebetulan rumah kontrakan
kami berada di lingkungan
perumahan yang mayoritas
dihuni oleh keturunan Chinese.
Pagi itu aku kebagian lagu di
mana aku harus
menyanyikannya. Oh ya, kami
semua bisa bernyanyi dengan
baik. Latihan pun dimulai. Aku
membawakan lagu Habla Me dari
kelompok Gipsy Kings dengan
serius dan menghayatinya.
Ketika asyik-asyiknya menyanyi,
tiba-tiba pintu rumah tetangga
depan terbuka. Dari dalam
keluar seorang wanita yang tak
asing lagi bagi kami. Dialah
Tante Stella, wanita berumur
sekitar 35 tahun. Dia juga
seorang guru les piano,
disamping sebagai ibu rumah
tangga tentunya.
Pagi itu dia tampak cantik dan
seksi, dengan celana ketat
hitam berpadu dengan kaos
ketat hijau muda tanpa lengan
menambah kecantikan wajah
Chinese-nya yang putih bersih.
Dadanya yang menantang
tampak sedikit tersembul di
balik pakaiannya yang tampak
hot. Dengan senyum manis dia
berjalan mendekat seolah-olah
ingin memberi penilaian atas
lagu yang sedang kami
bawakan. Teman-temanku
tampak salah tingkah. Aku
sendiri sempat tidak
konsentrasi ketika secara
naluriah aku memandangi bagian
dadanya yang aduhai.
"Lagunya bagus", pujinya
singkat.
"Terima kasih Ci", balasku
spontan. Kami memang biasa
memanggilnya Cici.
"Gimana kalo Cici coba
gabungkan dengan piano.. akan
kedengaran luar biasa."
"Ide yang bagus Ci", sambar
Tigor temanku dengan cepat,
seolah-olah dia sudah
membayangkan hal yang sedap.
"Tapi Cici cuma perlu seorang
gitaris saja, biar tidak terlalu
berisik", katanya sambil
menatapku penuh arti. Alamak,
dadaku berdesir.
"Kamu aja, lagian kamu kan
yang nyanyi tadi", lanjutnya.
"Iya Ci", balasku. Tampak jelas
teman-temanku seketika lemas.
"Besok jam 5 sore", katanya
seraya meninggalkan kami.
Hari yang ditentukan tiba juga.
Aku merasa deg-degan karena
baru pertama itu aku
melihatnya jelas sekali. Dengan
pakaian daster yang santai tapi
mengundang birahi, membuat
darahku mengalir tak menentu.
"Orang rumah pada ke mana Ci",
tanyaku.
"Ke mall."
"Ohh.."
"Pianonya sebelah sini", katanya
sambil menunjuk ruangan di
sebelah pojok.
Aku menenteng gitarku yang
tadi kubawa. Dia segera duduk
di kursi piano dan memintaku
menyanyikan lagu yang
kemarin, sambil dia mencoba
menyesuaikan dengan
permainan pianonya.
"Suara kamu bagus, seksi.."
pujinya tentang suaraku yang
serak-serak basah.
Saat itu pikiranku sudah tak
menentu. Entah kenapa, batang
kejantananku tiba-tiba
menegang.
"Cici punya tablature lagu latin
yang agak klasik, mungkin kamu
cocok menyanyikannya.. mari
ikut Cici.. bukunya ada di
kamar", ajaknya.
Aku menurut saja ketika dibawa
ke dalam kamarnya. Kamar itu
mewah sekali. Foto-foto
keluarga berjejer rapi di dinding
yang putih mulus.
"Tolong kamu cari di sini",
katanya sambil berlalu.
Semula aku mengira dia hendak
menyediakan air minum buatku.
Tapi.., "Klikk.." Pintu kamar
segera ditutupnya, dan dikunci.
"Ke sini dong", pintanya sambil
menarik tanganku. Dia
merebahkan dirinya di ranjang
empuk itu. Aku agak gemetaran
juga ketika mendekatinya.
"Temani Cici yaahh.." pintanya
manja. Direngkuhnya tubuhku
dan bibirku langsung dipagutnya
dengan ganas. Aku yang masih
agak bingung seperti orang
bodoh.
Sesaat kemudian naluri
alamiahku pun keluar. Bibirnya
balik kuserbu dan mengeluarkan
lidahku. "Oughh.." dia mengerang.
Sambil menciumi bibirnya,
tanganku mulai bergerilya.
Kuelus dadanya yang montok
itu dengan birahi. Dia terus
mengerang manja.
"Ci.. aku pengen liat dada Cici.."
pintaku sambil melepas lumatan
bibirku.
"Ini.. tapi buka sendiri yahh.."
balasnya manja.
Aku membuka bajunya dengan
agak terburu-buru. Wow..
indahnya. Sepasang payudara
yang lumayan besar. Walaupun
agak berkerut dimakan usia
tapi bersih dan menantang.
Segera saja kujilati puting yang
satu sementara tanganku
meremas payudara lainnya. Dia
cuma bisa menggelinjang.
Karena gemas aku memberi
cupangan pada permukaan
dadanya yang mulus.
"Ahh.. jangan, nanti suami Cici
liat", pintanya mesra.
"Oh.. maaf Ci", balasku.
"Di jilat aja.." pintanya.
Kali ini tanganku bergerilya ke
arah bawah. Sejenak aku
berjongkok dan melepas celana
ketatnya. Aku juga sekalian
melepas celana dalamnya
karena sudah tidak sabar.
"Sini Cici bukain punya kamu",
katanya. Dengan sigap dia mulai
melepaskan pakaianku. Ketika
CD-ku dibukanya dia sedikit
terkejut. "Wuihh.." pekiknya
sambil tersenyum. Batang
kemaluanku yang sejak tadi
menegang tampak makin kokoh
mengeras. Tak kuduga tiba-tiba
langsung dipegangnya dan
dikocok-kocok. Aku hanya bisa
menahan kenikmatan sambil
mengelus rambutnya yang
indah.
"Ci.. diemut dong", pintaku
terbata-bata.
"Iya.. iya.. sabar dong.."
Batang kemaluanku yang
membesar di masukkannya ke
dalam mulut mungilnya. Aku
menarik dan mendorong
kepalanya agar batang
kemaluanku terasa terkocok di
mulutnya. Dengan rakus dia
menjilat dan mengulum batang
kejantananku. Sesekali kuremas
payudaranya yang empuk.
"Ci.. gantian", kataku. Dia
kutarik dan kusuruh telentang.
Kakinya kutarik sampai lututnya
tepat di pinggir ranjang.
Pahanya kulebarkan dan aku
berjongkok di depan liang
kewanitaannya. Segera kujilati
sambil mengocok senjataku
sendiri. "Auugghh.. " serunya
tertahan. Aku makin beringas.
Lidahku kumasukkan ke liang
sanggamanya sambil terus
mengocok batang kemaluan. "Ini
diremas sayangg.. ahh", katanya
sambil menarik tanganku tepat
di payudaranya. Semakin cepat
jilatanku mengitari liang
kewanitaannya, dan remasanku
makin kuat. Dia sampai menjerit
menahan nikmat yang
kupersembahkan buat Tante
Chinese-ku yang cantik itu.
"Aduhh, Cici nggak kuat lagi..
ayo dimasukin.. ayo.. ohh", dia
meminta ketika liang
kewanitaannya sudah digenangi
cairan lendir yang beraroma
khas itu. Sebagian lendir itu
juga kucicipi karena gemas.
Segera saja aku berlutut dan
mengangkat kedua kakinya.
Batang kenikmatanku
kuarahkan ke liang
senggamanya yang becek. "Ahh..
Oughh.." kami berseru
berbarengan. Dengan ganas,
kuhantam liang kewanitaan
Tante Stella tanpa ampun.
Terdengar bunyi berdecap di
sela rintihannya yang
menghanyutkan.
Permainan sudah berlangsung
20 menit.
"Ci.. nungging yah.." pintaku
mesra.
"Tapi jangan main anus ya
sayang.." balas Tante Stella.
"Iya Ci.. santai aja"
Dari belakang dia kusodok
sekuatnya. Gempuranku makin
gencar sambil meremas kedua
payudaranya. Dia pun hanya
bisa berteriak kenikmatan. Ada
beberapa cairan berjatuhan ke
sprei tempat tidurnya.
Ternyata Tante Stella sudah
keluar. Tak puas dengan posisi
itu, aku memutar tubuh dan
membiarkannya di atas. Dia
menari-nari sambil menggoyang
pinggulnya dengan hebat. Aku
hanya pasrah menerima rezeki
ini. Dia pun mulai meremas
payudaranya sendiri.
Suasana kamar ber-AC itu
makin panas. Kami berdua
berkeringat.
"Ahh.. Ci.. aku mau keluar.. di
dalam atau di luar nihh Cii?
tanyaku bergetar.
"Dalem aja sayang.. ayo, kita
sama-sama.. saattuu.. duaa.. ti.."
pada hitungan ketiga aku
menggenjot sekuat tenaga.
Kupeluk dia sekuat tenaga
ketika spermaku memancar
keluar di dalam liang
kewanitaannya. Aku juga
merasakan cairan hangat
membasuh batang kemaluanku
di dalam sana.
"Ahh.. Ci.. nikmaatt.."
"Ougghh.. ahh.. yahh.. yah.."
Kami pun terkulai lemas. Dia
memelukku sambil tersenyum
puas. Batang kejantananku
belum kucabut karena aku
tidak mau kehilangan
kenikmatan yang tersisa.
Lima menit kemudian dia
menyuruhku berpakaian.
"Nanti Cici hubungi kamu lagi
yah.."
"Sering-sering ya Ci", kataku
nakal.
Aku pun keluar dari rumahnya
dengan senyuman walau sedikit
capek. Malamnya dia
meneleponku dan berjanji untuk
bercinta itu dua hari lagi. Hidup
ini memang indah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar