Aku tinggal di Jakarta waktu
aku diterima untuk masuk ke
Universitas Indonesia.
Karena aku
berasal dari daerah, maka aku
tinggal di rumah kost di Kelapa
Gading. Yang tinggal di sana
perempuan semua, dan mereka
memanggilku Mara, kependekan
dari Tamara.
Kejadian ini pada siang hari,
waktu aku mendapat liburan
pendek karena ada perbaikan
komputer network di tempat
kerjaku.
Aku bangun agak siang
dan sehabis mandi, aku bedaki
badanku dengan bedak bayi
Johnson dan aku cuma
membelitkan handukku di
pinggang.
Tiba tiba pintu terbuka, dan Asri,
anak ibu kostku masuk dengan
membawa pakaian bersihku yang
telah rapi terlipat. Asri kaget
melihatku setengah telanjang.
Dengan terbata-bata dia
berkata, "Oh.., oh.., maaf Mbak,
Asri kira Mbak pergi kerja..", dan
dia terlihat tersipu-sipu.
Aku menenangkan dia, "Nggak
apa-apa kok, tolong dong
bedakin punggung Mbak.., taruh
aja pakaiannya di atas laci".
Dengan agak ragu-ragu, dia
datang mendekat dan masih
memandangi buah dadaku yang
menggantung dengan bebasnya.
Aku berikan botol bedak ke
tangannya. Dia mulai mengusap
punggungku dengan perlahan
dan hati-hati, seolah-olah takut
akan menggores punggungku.
Matanya masih terpaku di buah
dadaku, yang aku boleh
berbangga, dengan putingnya
yang kelihatan mendongak ke
atas dan berwarna coklat muda.
Waktu tangannya membedaki
pinggangku, aku menggeliat
kegelian, dan handuk yang dari
tadi bertengger di pinggangku
jatuh ke lantai, aku dapat
melihat mukanya merah menahan
malu, tapi matanya masih melihat
ke liang kewanitaanku yang
berambut tidak begitu lebat. Dan
tanpa disadari, dia masih
mengusap-usap pinggangku dan
malah turun ke pantatku yang
padat, tidak terlalu besar, tapi
mempunyai bentuk yang nikmat
dipandang, pacarku juga bilang
juga nikmat diremas. Aku tidak
yakin dia melakukannya dengan
sengaja, atau karena terbawa
emosi.
Lalu kutanya dia, "Asri mau
dibedakin juga?".
Dia tidak menjawab, hanya
mengangguk pelan. Lalu aku
suruh dia untuk melepas
kaosnya, dan juga BH-nya. Buah
dadanya tidak sebesar punyaku,
tapi mempunyai bentuk yang
bagus, seperti buah pear dibelah
dua, dengan putingnya yang
berwarna kemerah-merahan
menonjol keluar, warnanya
serasi sekali dengan warna
kulitnya yang kecoklatan.
Aku bedaki dadanya, dan
kurasakan buah dadanya yang
empuk dan lembut. Tanganku
tidak berhenti sampai di situ,
aku usap perut, dan dengan
nakalnya jariku bermain-main di
pusarnya, Asripun menggeliat
kegelian. Dan aku menaikkan
tanganku kembali ke buah
dadanya, yang kuusap dan
setengah kuremas juga, dia
hanya menggeliat.
"mmbak.., aah..". Putingnya tidak
ketinggalan kupilin, dan kucubitin
kecil, tidak terlalu keras.
Kusuruh dia untuk berbalik
supaya aku bisa mengusap
punggungnya, hanya kuusap
sebentar saja. Dari belakang
tanganku pergi ke dadanya lagi,
sedangkan dadaku menempel di
punggungnya, sesekali dia
bergoyang dan aku merasa
punggungnya bergesekan
dengan putingku yang mulai
mengeras. Dan dari kaca aku
bisa melihat bahwa dia senyum-
senyum keenakan, tanganku
bukan hanya mengusap lagi, tapi
sudah mulai meremas buah
dadanya yang bergantung indah,
lebih keras dari sebelumnya, dan
putingnya kucubit perlahan lalu
kupilin-pilin.
Asri hanya menggeliat sambil
mengeluarkan suara, "Ah.., ehm..,
nikmat Mbak.., ahaa.., jangan
keras-keras dong Mbak..!", dan
aku hanya tersenyum melihat
kelakuannya. Kucium
tengkuknya, dan kugigit kecil
dari samping, dan dia masih, "Ah..,
ua..", dengan tertahan.
Lalu aku bertanya, "Celananya
dibuka ya..?", sebelum dia
berkata apa-apa, tanganku
telah membuka kancing dan
retsleting celananya, dan
kuturunkan sekalian celana
dalamnya, aku bisa melihat
bercak basahnya telah
menembus ke celana dalamnya.
"Tiduran aja di ranjang Mbak..,
saja.., ya..", kataku dan Asri
hanya menurut saja, kakinya
kugeser sehingga bergantung di
sisi ranjang. Aku mulai menciumi
paha dalamnya, tercium bau
sabun LUX yang dipakainya,
bertanda dia belum lama
mandinya. Kugigit kecil antara
paha dalam kanan dan kiri.
Mulutku mulai bergerak menuju
liang kewanitaannya, dengan
rambut yang jarang, bau aroma
birahinya sangat terasa sekali.
Aku mulai menjilati pinggiran
hutannya, dan kemudian
perlahan kutaruh lidahku di
tengah-tengah vaginanya.
Kakinya kuangkat ke pundakku
supaya aku dapat lebih leluasa
menjilatinya. Rasanya agak anyir
tapi setelah lidahku masuk lebih
dalam rasanya berubah menjadi
asin dan gurih. Asripun
bertambah menggeliatnya.
Tanganku dengan merangkul
pahanya mencari bibir vaginanya
lalu kubuka dengan menariknya
ke samping, supaya lidahku bisa
merasakan lendirnya yang lebih
dalam. Asri juga tidak mau kalah
kepalaku mulai didorong dan
ditariknya karena gemas dan
kegelian.
Pada saat itu aku masih belum
menemukan clitorisnya, lidahku
masih menjilati dan mencari-cari,
bagian atas dari vaginanya, aku
masukkan lidahku dalam
vaginanya, dan menari-nari di
dalamnya, dan membuat dia
keenakan dan kegelian,
pinggulnyapun mulai bergoyang.
Sekitar 5 menit lidahku bermain-
main di situ. Sampai pada suatu
saat aku merasa ada benjolan
kecil, aku mencoba untuk
menguak hutannya, dan
akhirnya aku temukan
clitorisnya, kulihat dia mulai
meremas-remas buah dadanya,
dan tanpa membuang waktu
kuhisap clitorisnya perlahan, dan
saking gemasnya dia mengepit
kepalaku di antara kedua
pahanya, dan menggeliat pada
waktu yang bersamaan. Dengan
jariku clitorisnya kuusap, dan
gesek, lidahkupun masuk ke
dalam vaginaya yang masih
basah, aku juga merasakan
makin banyak cairan yang keluar
setelah aku gesek clitorisnya.
Lidahku masih menari-nari di
dalam vaginanya sambil sekali-
kali aku hisap lendir dari dalam
vaginanya. Penutup clitorisnya
kubuka, dan kujilati juga waktu
masih basah kutiup clitorisnya
dari dekat, dan dia rupanya
kedinginan.
"Mbak Mara jangan ditiup
dingin..", Karena clitorisnya sudah
ketemu maka kuhisap lagi sambil
tanganku membantu untuk
meremas dadanya, satu tangan
meremas dadanya, dan tangan
satunya aku mainkan vaginaku.
Aku sendiri sudah basah dan
waktu aku lihat di lantai,
ternyata ada beberapa tetes
lendirku sudah menetes di lantai.
Kali ini aku hisap clitorisnya dan
lendir Asri keluar lebih banyak,
dan akupun masih dengan
semangat menjilatinya. Aku
masukkan jari kecilku di
lubangnya yang masih perawan.
Lendir Asri masih keluar juga,
dan jari kecilkupun berganti
dengan jari telunjuk, kudengar,
"Ah.., Mbak.., Mbak Mara, pegel
Mbak, ah..", aku tahu dia sudah
hampir keluar, hisapanku tidak
berhenti sampai disitu, aku hisap
sambil kugeleng-gelengkan
kepalaku yang mana membuat
Asri kegelian, badannyapun mulai
mengejang, dan aku masih
mengisap, dan kadang-kadang
menjilati bagian dalam vaginanya.
Aku merasa himpitan pahanya
tiba-tiba mengejang, dan
vaginanya memuntahkan lendir
yang berwarna putih bening,
kuhisap dan jilati, tapi aku tidak
menelannya. Masih dalam
mulutku, aku naik di atas Asri,
dan aku ciumi bibirnya sambil
kukeluarkan lendirnya sedikit
demi sedikit, biar dia juga ikut
merasakannya. Kita mulai
berciuman dan lidahnya bermain
pedang di dalam mulutnya,
kemudian bergatian di mulutku,
kadang-kadang dihisapnya
lidahku olehnya yang membuatku
terangsang sekali. Kita
berpelukan sambil tiduran selama
20 menit, sambil mengatur
napas, dan beristirahat.
Sejak itu jika dia sedang libur
atau suntuk Asri sering main ke
kamarku, aku tidak keberatan,
karena terkadang aku juga
merasa kesepian kalau dia tidak
mampir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar