Senin, 04 Mei 2015

Pemerkosaan Nikmat



Kisahku mungkin biasa saja,
yakni tentang prt (pembantu
rumah tangga) yang
diperkosa majikannya.
Memang tidak ada yang
istimewa kalau cuma kejadian
semacam itu, namun yang
membuat kisahku unik adalah
karena aku tidak hanya
diperkosa majikanku sekali.
Namun, setiap kali ganti
majikan hingga tiga kali aku
selalu mengalami perkosaan.
Baik itu perkosaan kasar
maupun halus. Aku akan
menceritakan kisahku itu
setiap majikan dalam satu
cerita.

Begini kisahku dengan majikan
pertama yang kubaca
lowongannya di koran. Dia
mencari prt untuk mengurus
rumah kontrakannya karena
ia sibuk bekerja. Aku wajib
membersihkan rumah,
memasak, mencuci, belanja dll,
pokoknya seluruh pekerjaan
rumah tangga. Untungnya aku
menguasai semuanya sehingga
tidak menyulitkan. Apalagi
gajinya lumayan besar plus
aku bebas makan, minum
serta berobat kalau sakit.
Manajer sekitar 35 tahunan
itu bernama Pak S, asal
Medan dan sedang ditugasi di
kotaku membangun suatu
pabrik. Mungkin sekitar 2
tahun baru proyek itu selesai
dan selama itu ia mendapat
fasilitas rumah kontrakan. Ia
sendirian. Istri dan anaknya
tak dibawa serta karena
takut mengganggu
sekolahnya kalau berpindah-
pindah.
Sebagai wanita Jawa berusia
25 tahun mula-mula aku agak
takut menghadapi kekasaran
orang etnis itu, namun
setelah beberapa minggu
akupun terbiasa dengan logat
kerasnya. Pertama dulu
memang kukira ia marah,
namun sekarang aku tahu
bahwa kalau ia bersuara
keras memang sudah
pembawaan. Kadang ia
bekerja sampai malam.
Sedangkan kebiasaanku
setiap petang adalah
menunggunya setelah
menyiapkan makan malam.
Sambil menunggu, aku nonton
TV di ruang tengah, sambil
duduk di hamparan permadani
lebar di situ. Begitu suara
mobilnya terdengar, aku
bergegas membuka pintu
pagar dan garasi dan
menutupnya lagi setelah ia
masuk.

aEsTolong siapkan air panas,
Yem,aEt suruhnya suatu
petang, aEsAku kurang enak
badan.aEt Akupun bergegas
menjerang air dan
menyiapkan bak kecil di
kamar mandi di kamarnya.
Kulihat ia menjatuhkan diri di
kasurnya tanpa melepas
sepatunya. Setelah mengisi
bak air dengan air
secukupnya aku berbalik
keluar. Tapi melihat Pak
Siregar masih tiduran tanpa
melepas sepatu, akupun
berinisiatif.
aEsSepatunya dilepas ya, pak,aEt
kataku sambil menjangkau
sepatunya.
aEsHeeh,aEt sahutnya mengiyakan.
Kulepas sepatu dan kaos
kakinya lalu kuletakkan di
bawah ranjang.
aEsTubuh bapak panas sekali
ya?aEt tanyaku karena
merasakan hawa panas
keluar dari tubuhnya. aEsBapak
masuk angin, mau saya
keroki?aEt tawarku
sebagaimana aku sering
lakukan di dalam keluargaku
bila ada yang masuk angin.
aEsKeroki bagaimana, Yem?aEt
Baru kuingat bahwa ia bukan
orang Jawa dan tidak tahu
apa itu kerokan. Maka sebisa
mungkin kujelaskan.
aEsCoba saja, tapi kalau sakit
aku tak mau,aEt katanya. Aku
menyiapkan peralatan lalu
menuangkan air panas ke bak
mandi.

aEsSekarang bapak cuci muka
saja dengan air hangat, tidak
usah mandi,aEt saranku. Dan ia
menurut. Kusiapkan handuk
dan pakaiannya. Sementara ia
di kamar mandi aku menata
kasurnya untuk kerokan. Tak
lama ia keluar kamar mandi
tanpa baju dan hanya
membalutkan handuknya di
bagian bawah. Aku agak
jengah. Sambil membaringkan
diri di ranjang ia menyuruhku,
aEsTolong kau ambil handuk
kecil lalu basahi dan seka
badanku yang berkeringat
ini.aEt Aku menurut. Kuambil
washlap lalu kucelup ke sisa
air hangat di kamar mandi,
kemudian seperti memandikan
bayi dadanya yang berbulu
lebat kuseka, termasuk
ketiak dan punggungnya
sekalian.
aEsBapak mau makan dulu?aEt
tanyaku.
aEsTak usahlah. Kepala pusing
gini mana ada nafsu makan?aEt
jawabnya dengan logat
daerah, aEsCepat kerokin aja,
lalu aku mau tidur.aEt
Maka ia kusuruh tengkurap
lalu mulai kuborehi
punggungnya dengan minyak
kelapa campur minyak kayu
putih. Dengan hati-hati
kukerok dengan uang logam
lima puluhan yang halus.
Punggung itu terasa keras.
Aku berusaha agar ia tidak
merasa sakit. Sebentar saja
warna merah sudah
menggarisi punggungnya. Dua
garis merah di tengah dan
lainnya di sisi kanan.
aEsKalau susah dari samping,
kau naik sajalah ke atas
ranjang, Yem,aEt katanya
mengetahui posisiku
mengerokku kurang enak. Ia
lalu menggeser ke tengah
ranjang.

aEsMaaf, pak,aEt akupun
memberanikan diri naik ke
ranjang, bersedeku di
samping kanannya lalu
berpindah ke kirinya setelah
bagian kanan selesai.
aEsSekarang dadanya, pak,aEt
kataku. Lalu ia berguling
membalik, entah sengaja
entah tidak handuk yang
membalut pahanya ternyata
sudah kendor dan ketika ia
membalik handuk itu terlepas,
kontan nampaklah penisnya
yang cukup besar. Aku jadi
tergagap malu.
aEsUps, maaf Yem,aEt katanya
sambil membetulkan handuk
menutupi kemaluannya itu.
Sekedar ditutupkan saja,
tidak diikat ke belakang.
Sebagian pahanya yang
berbulu nampak kekar.
aEsEh, kamu belum pernah lihat
barangnya laki-laki, Yem?aEt
aEsBbb..belum, pak,aEt jawabku.
Selama ini aku baru melihat
punya adikku yang masih SD.
aEsNanti kalau sudah kawin
kamu pasti terbiasalah he he
he..aEt guraunya. Aku tersipu
malu sambil melanjutkan
kerokanku di dadanya. Bulu-
bulu dada yang tersentuh
tanganku membuatku agak
kikuk. Apalagi sekilas nampak
Pak S malah menatap
wajahku.
aEsBiasanya orang desa seusia
kau sudah kawinlah. Kenapa
kau belum?aEt
aEsSaya pingin kerja dulu, pak.aEt
aEsKau tak ingin kawin?aEt
aEsIngin sih pak, tapi nanti
saja.aEt
aEsKawin itu enak kali, Yem, ha
ha ha.. Tak mau coba? Ha ha
ha..aEt Wajahku pasti merah
panas.
aEsSudah selesai, pak,aEt kataku
menyelesaikan kerokan
terakhir di dadanya.
aEsSabar dululah, Yem. Jangan
buru-buru. Kerokanmu enak
kali. Tolong kau ambil minyak
gosok di mejaku itu lalu
gosokin dadaku biar hangat,aEt
pintanya. Aku menurut.
Kuambil minyak gosok di meja
lalu kembali naik ke ranjang
memborehi dadanya.
aEsPerutnya juga, Yem,aEt
pintanya lagi sambil sedikit
memerosotkan handuk di
bagian perutnya. Pelan
kuborehkan minyak ke
perutnya yang agak buncit
itu. Handuknya nampak
bergerak-gerak oleh benda di
bawahnya, dan dari sela-
selanya kulihat rambut-
rambut hitam. Aku tak berani
membayangkan benda di
bawah handuk itu. Namun
bayangan itu segera jadi
kenyataan ketika tangan Pak
S menangkap tanganku sambil
berbisik, aEsTerus gosok sampai
bawah, Yem,aEt dan
menggeserkan tanganku
terus ke bawah sampai
handuknya ikut terdorong ke
bawah. Nampaklah rambut-
rambut hitam lebat itu, lalu..
tanganku dipaksa berhenti
ketika mencapai zakarnya
yang menegang.
aEsJangan, pak,aEt tolakku halus.
aEsTak apa, Yem. Kau hanya
mengocok-ngocok saja..aEt Ia
menggenggamkan penisnya ke
tanganku dan menggerak-
gerakkannya naik turun,
seperti mengajarku
bagaimana mengonaninya.
aEsJangan, pak.. jangan..aEt
protesku lemah. Tapi aku tak
bisa beranjak dan hanya
menuruti perlakuannya.
Sampai aku mulai mahir
mengocok sendiri.
aEsNa, gitu terus. Aku sudah
lama tak ketemu istriku, Yem.
Sudah tak tahan mau
dikeluarin.. Kau harus bantu
aku.. Kalau onani sendiri aku
sudah sulit, Yem. Harus ada
orang lain yang mengonani
aku.. Tolong Yem, ya?aEt
pintanya dengan halus. Aku
jadi serba salah. Tapi
tanganku yang menggenggam
terus kugerakkan naik turun.
Sekarang tangannya sudah
berada di sisi kanan-kiri
tubuhnya. Ia menikmati
kocokanku sambil merem
melek.
aEsOh. Yem, nikmat kali
kocokanmu.. Iya, pelan-pelan
aja Yem. Tak perlu tergesa-
gesa.. oohh.. ugh..aEt Tiba-tiba
tangan kanannya sudah
menjangkau tetekku dan
meremasnya. Aku kaget,
aEsJangan pak!aEt sambil berkelit
dan menghentikan kocokan.
aEsMaaf, Yem. Aku benar-benar
tak tahan. Biasanya aku
langsung peluk istriku. Maaf
ya Yem. Sekarang kau
kocoklah lagi, aku tak nakal
lagi..aEt Sambil tangannya
membimbing tanganku kembali
ke arah zakarnya. Aku
beringsut mendekat kembali
sambil takut-takut. Tapi
ternyata ia memegang
perkataannya. Tangannya tak
nakal lagi dan hanya
menikmati kocokanku.
Sampai pegal hampir 1/2 jam
aku mengocok namun ia tak
mau berhenti juga.
aEsSudah ya, pak,aEt pintaku.
aEsJangan dulu, Yem. Nantilah
sampai keluar..aEt
aEsKeluar apanya, pak?aEt
tanyaku polos.
aEsMasak kau belum tahu?
Keluar spermanyalah.. Paling
nggak lama lagi.. Tolong ya,
Yem, biar aku cepat sehat
lagi.. Besok kau boleh libur
sehari dah..aEt
Ingin tahu bagaimana
spermanya keluar, aku
mengocoknya lebih deras lagi.
Zakarnya semakin tegang dan
merah berurat di
sekelilingnya. Genggaman
tanganku hampir tak muat.
15 menit kemudian.
aEsUgh, lihat Yem, sudah mau
keluar. Terus kocok, teruuss..
Ugh..aEt Tiba-tiba tubuhnya
bergetar-getar dan.. jreet..
jret.. cret.. cret.. cairan putih
susu kental muncrat dari
ujung zakarnya ke atas
sperti air muncrat. Aku
mengocoknya terus karena
zakar itu masih terus
memuntahkan spermanya
beberapa kali. Tanganku yang
kena sperma tak kupedulikan.
Aku ingin melihat bagaimana
pria waktu keluar sperma.
Setelah spermanya berhenti
dan dia nampak loyo, aku
segera ke kamar mandi
mencuci tangan.
aEsTolong cucikan burungku
sekalian, Yem, pake washlap
tadi..aEt katanya padaku. Lagi-
lagi aku menurut. Kulap
dengan air hangat zakar
yang sudah tak tegang lagi
itu serta sekitar
selangkangannya yang basah
kena sperma..
aEsSudah ya pak. Sekarang
bapak tidur saja, biar sehat,aEt
kataku sambil menyelimuti
tubuh telanjangnya. Ia tak
menjawab hanya memejamkan
matanya dan sebentar
kemudian dengkur halusnya
terdengar. Perlahan
kutinggalkan kamarnya
setelah mematikan lampu.
Malam itu aku jadi sulit tidur
ingat pengalaman mengonani
Pak S tadi. Ini benar-benar
pengalaman pertamaku.
Untung ia tidak
memperkosaku, pikirku.
Namun hari-hari berikut,
kegiatan tadi jadi semacam
acara rutin kami. Paling tidak
seminggu dua kali pasti
terjadi aku disuruh
mengocoknya. Lama-lama
akupun jadi terbiasa. Toh
selama ini tak pernah terjadi
perkosaan atas vaginaku.
Namun yang terjadi kemudian
malah perkosaan atas
mulutku. Ya, setelah tanganku
tak lagi memuaskan, Pak S
mulai memintaku mengonani
dengan mulutku. Mula-mula
aku jelas menolak karena jijik.
Tapi ia setengah memaksa
dengan menjambak rambutku
dan mengarahkan mulutku ke
penisnya.

aEsCobalah, Yem. Tak apa-apa..
Jilat-jilat aja dulu. Sudah itu
baru kamu mulai kulum lalu
isep-isep. Kalau sudah
terbiasa baru keluar
masukkan di mulutmu sampai
spermanya keluar. Nanti aku
bilang kalau mau keluar..aEt
Awalnya memang ia menepati,
setiap hendak keluar ia
ngomong lalu cepat-cepat
kulepaskan mulutku dari
penisnya sehingga spermanya
menyemprot di luar mulut.
Namun setelah berlangsung
2-3 minggu, suatu saat ia
sengaja tidak ngomong, malah
menekan kepalaku lalu
menyemprotkan spermanya
banyak-banyak di mulutku
sampai aku muntah-muntah.
Hueekk..! Jijik sekali rasanya
ketika cairan kental putih
asin agak amis itu
menyemprot tenggorokanku.
Ia memang minta maaf karena
hal ini, tapi aku sempat
mogok beberapa hari dan tak
mau mengoralnya lagi karena
marah. Namun hatiku jadi tak
tega ketika ia dengan
memelas memintaku
mengoralnya lagi karena
sudah beberapa bulan ini tak
sempat pulang menjenguk
istrinya. Anehnya, ketika
setiap hendak keluar sperma
ia ngomong, aku justru tidak
melepaskan zakarnya dari
kulumanku dan menerima
semprotan sperma itu. Lama-
lama ternyata tidak
menjijikkan lagi.
Demikianlah akhirnya aku
semakin lihai mengoralnya.
Sudah tak terhitung berapa
banyak spermanya kutelan,
memasuki perutku tanpa
kurasakan lagi. Asin-asin
kental seperti fla agar-agar.
Akibat lain, aku semakin
terbiasa tidur dipeluk Pak S.
Bagaimana lagi, setelah capai
mengoralnya aku jadi enggan
turun dari ranjangnya untuk
kembali ke kamarku. Mataku
pasti lalu mengantuk, dan
lagi, toh ia tak akan
memperkosaku. Maka begitu
acara oral selesai kami tidur
berdampingan. Ia telanjang,
aku pakai daster, dan kami
tidur dalam satu selimut.
Tangannya yang kekar
memelukku. Mula-mula aku
takut juga tapi lama-lama
tangan itu seperti
melindungiku juga. Sehingga
kubiarkan ketika memelukku,
bahkan akhir-akhir ini mulai
meremasi tetek atau
pantatku, sementara bibirnya
menciumku. Sampai sebatas
itu aku tak menolak, malah
agak menikmati ketika ia
menelentangkan tubuhku dan
menindih dengan tubuh
bugilnya.
aEsOh, Yem.. Aku nggak tahan,
Yem.. buka dastermu ya?aEt
pintanya suatu malam ketika
tubuhnya di atasku.
aEsJangan pak,aEt tolakku halus.
aEsKamu pakai beha dan CD
saja, Yem, gak bakal hamil.
Rasanya pasti lebih nikmat..aEt
rayunya sambil tangannya
mulai mengkat dasterku ke
atas.
aEsJangan pak, nanti keterusan
saya yang celaka. Begini saja
sudah cukup pak..aEt rengekku.
aEsCoba dulu semalam ini saja,
Yem, kalau tidak nikmat
besok tidak diulang lagi..aEt
bujuknya sambil meneruskan
menarik dasterku ke atas
dan terus ke atas sampai
melewati kepalaku sebelum
aku sempat menolak lagi.
aEsWoow, tubuhmu bagus, Yem,aEt
pujinya melihat tubuh
coklatku dengan beha nomor
36.
aEsMalu ah, Pak kalau diliatin
terus,aEt kataku manja sambil
menutup dengan selimut. Tapi
sebelum selimut menutup
tubuhku, Pak S sudah lebih
dulu masuk ke dalam selimut
itu lalu kembali menunggangi
tubuhku. Bibirku langsung
diserbunya. Lidahku dihisap,
lama-lama akupun ikut
membalasnya. Usai saling isep
lidah. Lidahnya mulai menuruni
leherku. Aku menggelinjang
geli. Lebih lagi sewaktu
lidahnya menjilat-jilat pangkal
payudaraku sampai ke sela-
sela tetekku hingga
mendadak seperti gemas ia
mengulum ujung behaku dan
mengenyut-ngenyutnya
bergantian kiri-kanan.
Spontan aku merasakan
sensasi rasa yang luar biasa
nikmat. Refleks tanganku
memeluk kepalanya.
Sementara di bagian bawah
aku merasa pahanya
menyibakkan pahaku dan
menekankan zakarnya tepat
di atas CD-ku.
aEsUgh.. aduuh.. nikmat sekali,aEt
aku bergumam sambil
menggelinjang menikmati
cumbuannya. Aku terlena dan
entah kapan dilepasnya tahu-
tahu payudaraku sudah tak
berbeha lagi. Pak S asyik
mengenyut-ngenyut putingku
sambil menggenjot-genjotkan
zakarnya di atas CD-ku.
aEsJangan buka CD saya, pak,aEt
tolakku ketika merasakan
tangannya sudah beraksi
memasuki CDku dan hendak
menariknya ke bawah. Ia
urungkan niatnya tapi tetap
saja dua belah tangannya
parkir di pantatku dan
meremas-remasnya. Aku
merinding dan meremang
dalam posisi kritis tapi nikmat
ini. Tubuh kekar Pak S
benar-benar mendesak-desak
syahwatku.
Jadilah semalaman itu kami
tak tidur. Sibuk bergelut dan
bila sudah tak tahan Pak
Siregar meminta aku
mengoralnya. Hampir subuh
ketika kami kecapaian dan
tidur berpelukan dengan
tubuh bugil kecuali aku pakai
CD. Aku harus mampu
bertahan, tekadku. Pak S
boleh melakukan apa saja
pada tubuhku kecuali
memerawaniku.

Tapi tekad tinggal tekad.
Setelah tiga hari kami
bersetubuh dengan cara itu,
pada malam keempat Pak S
mengeluarkan jurusnya yang
lebih hebat dengan menjilati
seputar vaginaku meskipun
masih ber-CD. Aku
berkelojotan nikmat dan tak
mampu menolak lagi ketika ia
perlahan-lahan menggulung
CD ku ke bawah dan melepas
dari batang kakiku. Lidahnya
menelusupi lubang V-ku
membuatku bergetar-getar
dan akhirnya orgasme
berulang-ulang. Menjelang
orgasme yang kesekian kali,
sekonyong-konyong Pak
Siregar menaikkan tubuhnya
dan mengarahkan zakarnya
ke lubang nikmatku. Aku yang
masih belum sadar apa yang
terjadi hanya merasakan
lidahnya jadi bertambah
panjang dan panjang sampai..
aduuhh.. menembus selaput
daraku.
aEsPak, jangan pak! Jangan!aEt
Protesku sambil memukuli
punggunya. Tetapi pria ini
begitu kuat. Sekali genjot
masuklah seluruh zakarnya.
Menghunjam dalam dan
sejurus kemudian aku merasa
memekku dipompanya cepat
sekali. Keluar masuk naik
turun, tubuhku sampai
tergial-gial, terangkat naik
turun di atas ranjang pegas
itu. Air mataku yang
bercampur dengan rasa
nikmat di vagina sudah tak
berarti. Akhirnya hilang sudah
perawanku. Aku hanya bisa
pasrah. Bahkan ikut
menikmati persetubuhan itu.
Setelah kurenung-renungkan
kemudian, ternyata selama ini
aku telah diperkosa secara
halus karena kebodohanku
yang tidak menyadari
muslihat lelaki. Sedikit demi
sedikit aku digiring ke situasi
dimana hubungan seks jadi
tak sakral lagi, dan hanya
mengejar kenikmatan demi
kenikmatan. Hanya mencari
orgasme dan ejakulasi,
menebar air mani!
Hampir dua tahun kami
melakukannya setiap hari bisa
dua atau tiga kali. Pak S
benar-benar memanfaatkan
tubuhku untuk menyalurkan
kekuatan nafsu seksnya yang
gila-gilaan, tak kenal lelah,
pagi (bangun tidur), siang
(kalau dia istirahat makan di
rumah) sampai malam hari
sebelum tidur (bisa semalam
suntuk). Bahkan pernah
ketika dia libur tiga hari, kami
tidak beranjak dari ranjang
kecuali untuk makan dan
mandi. Aku digempur habis-
habisan sampai tiga hari
berikutnya tak bisa bangun
karena rasa perih di V-ku.
Aku diberinya pil kb supaya
tidak hamil. Dan tentu saja
banyak uang, cukup untuk
menyekolahkan adik-adikku.
Sampai akhirnya habislah
proyeknya dan ia harus
pulang ke kota asalnya. Aku
tak mau dibawanya karena
terlalu jauh dari orang tuaku.
Ia janji akan tetap mengirimi
aku uang, namun janji itu
hanya ditepatinya beberapa
bulan. Setelah itu berhenti
sama sekali dan putuslah
komunikasi kami. Rumahnya
pun aku tak pernah tahu dan
akupun kembali ke desa
dengan hati masygul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar