Barcelona tunduk dengan skor 0-3 dan harus menerima kenyataan pahit bahwa mereka gagal melaju ke babak final Liga Champions 2012/13 dengan kekalahan agregat 0-7. Ya, mereka gagal memasukkan satu gol pun dan harus menerima tujuh gol bersarang di gawang Victor Valdes, sebuah situasi yang sangat tidak familiar bagi Barcelona. Ini adalah situasi di mana Bayern Muenchen memaksa Barcelona merasakan apa yang biasa lawan mereka rasakan: didikte dan dipermalukan.
Kemenangan dua leg atas Barcelona di kompetisi Eropa ini membuat Bayern Muenchen sanggup menyamai prestasi Dundee United di Piala UEFA 26 tahun silam. Musim ini, Muenchen melakukannya dengan cara yang amat kejam sekaligus elegan, tetapi itu semua tidak cukup. Barcelona juga memiliki kontribusi mereka sendiri atas kegagalan ini.
Perubahan yang Kontras dan Kegagalan Sistem Barcelona
Tito Vilanova memutuskan untuk tidak menurunkan Lionel Messi yang kondisinya memang tidak fit dan Francesc Fabregas, yang memang sudah sering diplot untuk mengisi posisi false nine, didaulat untuk mengisi tempat sang megabintang. Sergio Busquets dan Jordi Alba juga absen di pertandingan ini. Posisi mereka masing-masing diisi oleh Alexander Song-Billong dan Adriano Correia.
Dari kubu Muenchen, mereka dihadapkan pada situasi di mana enam pemain mereka terancam absen di babak final jika terkena kartu kuning. Dante Bonfim, Mario Gomez, dan Luiz Gustavo ditempatkan di bangku cadangan oleh Jupp Heynckes, sementara Bastian Schweinsteiger, Javi Martinez dan Philipp Lahm tetap dipaksakan untuk turun. Posisi Dante diisi oleh bek veteran Daniel van Buyten sementara tempat Mario Gomez ditempati oleh Mario Mandzukic.
Hasilnya sangat kontras. Formasi yang terpampang semalam menunjukkan bahwa Lionel Messi memang layak menjadi pemain terbaik dunia, bukan Andres Iniesta atau Xavi Hernandez. Fabregas sama sekali tidak berkutik. Ia seperti kehabisan ide dan begitu inferior ketika dihadapkan pada barisan pertahanan Muenchen.
Fabregas tidak memiliki fantasi seliar Messi ketika berada di sepertiga terakhir pertahanan lawan. Kegagalan Fabregas mengemulasi fantasi Messi ini terwujud dalam kesulitan Barcelona menembus kotak penalti Muenchen. Meskipun menghasilkan 15 tendangan (9 di antaranya mengarah ke gawang), 67% tendangan tersebut dihasilkan dari luar kotak penalti dan tidak satupun tendangan dihasilkan dari kotak enam yard.
Kegagalan Fabregas mengumbar fantasi di daerah permainan Muenchen ini berimbas pula pada buruknya penampilan lini depan Barcelona. David Villa dan Pedro Rodriguez kesulitan untuk mendapatkan ruang untuk melakukan penetrasi-penetrasi yang biasa mereka perbuat kepada lawan-lawan mereka.
Serangan Barcelona justru seakan-akan bertumpu pada agresivitas Daniel Alves dari posisi bek kanan. Situs whoscored memberikan nilai tertinggi dari kubu Barcelona kepada Alves. Dengan 108 kali menyentuh bola, Alves menjadi pemain Barcelona yang paling terlibat dalam permainan.
Keberadaan Alex Song di lini tengah Barcelona ternyata tidak membuat mereka lebih mudah memenangi duel lini tengah. Meskipun Song menjadi pemain tengah dengan jumlah sentuhan pada bola terbanyak di pertandingan ini dengan 86 sentuhan, Song tetap tak kuasa ketika dihadapkan pada agresivitas Thomas Mueller, Mario Mandzukic dan Bastian Schweinsteiger.
Mandzukic, meskipun tidak mencetak gol di pertandingan ini, tetap memberikan sesuatu yang sulit dibandingkan dengan penyerang lain. Kemauan dia untuk melakukan 'tugas kotor' di lapangan mampu menghambat alur serangan Barcelona yang dibangun dari lini belakang.
Bersama Thomas Mueller dan Bastian Schweinsteiger, Mandzukic secara konstan memberikan tekanan pada Gerard Pique, Marc Bartra, dan Alex Song. Mandzukic dan Mueller sendiri di pertandingan ini sanggup membuat 6 tekel bersih.
Kegagalan sistem Barcelona ini membuat Xavi Hernandez dan Andres Iniesta lagi-lagi harus menjemput bola dari dalam. Hal ini semakin diperparah oleh kegagalan Fabregas seperti yang sudah disebut di atas. Xavi dan Iniesta masing-masing hanya menyentuh bola sebanyak 61 dan 65 kali. Sebagai perbandingan, Bastian Schweinsteiger membuat 72 kali sentuhan pada bola di pertandingan ini. Kombinasi antara Xavi dan Iniesta pun tidak berjalan mulus karena ternyata, kombinasi terbanyak antar dua pemain Barcelona tercipta pada diri Pique dan Bartra yang menciptakan 11 kombinasi.
Sayap Bayern Muenchen yang Kejam dan Mematikan
Bayern Muenchen rupanya memang tahu betul bahwa kelebihan mereka dalam menyerang terletak pada duet Robbery (Robben dan Ribery). Kekuatan menggiring bola, kecepatan, serta visi bermain Arjen Robben dan Franck Ribery benar-benar menjadikan serangan sayap Bayern sebagai salah satu senjata paling mematikan di sepak bola Eropa. Situs whoscored mencatat 81% serangan Bayern dihasilkan dari sayap, dengan rincian 37% dari sisi milik Robben dan 44% dari sisi milik Ribery.
Dominasi ini tidak hanya sampai di sini saja. Ribery mencatatkan satu assist dan melepas satu umpan tarik yang menyebabkan Gerard Pique melakukan gol bunuh diri, sementara Arjen Robben berhasil menyarangkan gol pembuka kemenangan Bayern Muenchen. Gol Arjen Robben ini sesungguhnya sudah mampu untuk menghabisi perlawanan Barcelona. Sementara itu, dua gol tambahan lain hanya bersifat menegaskan kedigdayaan Die Roten.
Kesimpulan
Sangat mudah untuk kemudian menyimpulkan bahwa Barcelona sudah habis. Kelihatannya memang seperti itu mengingat margin skor yang begitu lebar. Akan tetapi, ada dua alasan masuk akal yang sebenarnya mampu dikemukakan Barcelona.
Pertama, krisis cedera yang menimpa mereka. Ketiadaan Carles Puyol dan Javier Mascherano di lini belakang sudah menjadi awal dari bencana mereka. Hal ini kemudian diperparah dengan cederanya Lionel Messi dan Sergio Busquets.
Kedua, Barcelona saat ini sesungguhnya sedang berada di dalam fase peralihan dari masa Pep Guardiola ke Tito Vilanova. Penyakit kanker yang menjangkiti Tito Vilanova dan Eric Abidal membuat suasana di kubu Barcelona menjadi sangat muram. Jordi Roura yang sempat memimpin Barcelona di beberapa pertandingan pun terlihat tidak mampu mengisi pos Vilanova dengan baik.
Meski begitu, ada satu poin utama yang benar-benar harus diperhatikan oleh Barcelona. Penyakit mereka selama ini, selain menghadapi serangan balik adalah ketiadaan Rencana B atau cadangan. Berbeda dengan timnas Spanyol yang sewaktu-waktu bisa memasukkan Jesus Navas dan Fernando Llorente jika tiki taka mereka mendadak macet, Barcelona hanya bisa memodifikasi tiki taka dengan keterbatasan pilihan skuat yang mereka miliki.
Ego dan idealisme Barcelona untuk sejenak meninggalkan tiki taka di situasi kronis terbukti mampu menghancurkan diri mereka sendiri. Terlihat jelas bahwa Bayern Muenchen mampu mengimbangi, bahkan mengatasi tiki taka yang selama ini begitu mematikan.
Namun, dengan situasi seperti itupun, Barcelona sama sekali tidak mampu berinisiatif untuk mengganti pendekatan bermain mereka lantaran skuat mereka sepenuhnya didesain untuk memainkan tiki taka.
Dari kubu FC Hollywood, kemenangan ini menunjukkan bahwa mereka adalah Barcelona versi 2.0 dengan kemampuan fisik yang lebih baik, pertahanan yang lebih baik, dan kemampuan melakukan serangan balik langsung dan cepat dengan lebih baik. Teknik olah bola dan kemampuan Muenchen boleh dikatakan setara dengan Barcelona, namun dengan tiga kelebihan tadi, sah rasanya untuk mengatakan bahwa Bayern Muenchen sudah mampu menaikkan standar sepak bola Jerman, Eropa dan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar